Senin, 25 Maret 2013

Sampai Kapan Kita Bersama?



          Akhir-akhir ini aku sulit tidur. Bukan banyak pikiran, hanya ada beberapa hal yang harus aku kerjakan. Salah satu hal yang membuatku rela tidak tidur hingga subuh, ya, karena mendengar suaramu di ujung telepon, hingga suara azan subuh menggema di masing-masing kota kita. Mendengar suara dan saling tertawa; itulah yang biasa kita lakukan, di samping membaca pesan singkat yang kautuliskan dengan rapi, dengan huruf dan tanda baca yang penuh intonasi. Dalam jarak sejauh ini, tak banyak hal yang bisa kita lakukan, selain menulis dan mendengar; bukan bersentuhan. Padahal, tahukah kamu tulisan dan suara yang terdengar di ujung handphone sungguh jauh berbeda dengan pertemuan nyata? Iya, tidak akan kubahas lagi, aku selalu hapal nasihatmu ketika aku mengungkit soal ini, "Sabar." katamu dengan suara parau, "Kita bisa lewati ini."

            Kita terus berjuang dan melewati yang memang tak pernah kita minta untuk terjadi. Seperti takdir, dia datang bagai pencuri, tanpa laporan dan ucapan permisi datang menghampiri. Ini bukan salahku, juga bukan salahmu. Aku dan kamu sudah tahu yang harus kita hadapi, lalu pantaskah mengeluh? Tidak. Sejauh ini perjuangan kita memang tidak sia-sia, belum sia-sia (lebih tepatnya). Apa kaumembaca nada ketidakyakinan? Manusiawi jika manusia punya rasa tak yakin, karena seluruh yang terjadi di kolong langit ini memang penuh ketidakpastian.

            Tuan, apa yang hendak kita perjuangkan dan kita buktikan di mata banyak orang? Tahanan kotakah kita? Koruptorkah kita? Bukankah kita hanya jatuh cinta? Hanya tidak ingin menyalahi kodrat Tuhan yang membikin manusia punya hati, punya rasa kasih, dan rasa ingin berbagi. Masih tahan kauberjuang bersamaku sampai berdarah-darah begitu? Aku sudah bilang padamu, tidak perlu kaumasuk ke dalam terowongan yang tak punya ujung. Berkali-kali juga kukatakan, tidak perlu kaumasuk ke lingkaran yang tak kaukenali setiap sudut-sudutnya.

           Kamu ternyata tidak seperti yang kubayangkan, kamu lebih kuat dan lebih tegar dari yang kukira. Kamu masih berjalan di sampingku, menggenggam erat jemariku. Jadi, sudah berapa detikkah kita lewati bersama? Emh.... tak perlu dihitung. Kebersamaan bukanlah kalkulasi yang penuh dengan jawaban pasti. Kebahagiaan kita juga bukan ilmu hitung yang mutlak dan bisa dipecahkan secara jelas.

          Aku merasa kamarku lebih dingin daripada biasanya. Kantung mataku menebal. Entah siapa yang sebabkan kehitaman di bawah mata campuran Jawa Sulawesi ini. Bukan salahmu, sungguh. Kamu selalu bilang, sapamu di ujung ponsel adalah untuk melepas kangen, walaupun alasan itu cukup bodoh bagi kita yang sudah sama-sama dewasa. Dalam cinta, adakah kebodohan? Justru karena kebodohan itulah segalanya jadi nampak manis dalam kegelapan, terlihat memesona dalam ketersesatan.

             Setelah semua yang kita lewati bersama, yakinkah ada surga di ujung jalan sana? Sesudah beberapa tikungan kita lalui, akankah kita tak akan bertemu tikungan yang lebih tajam? Tak ada yang pasti, Tuan. Kita hanya tahu melangkah, terus melangkah. Menikmati yang ada di kanan-kiri, mempelajari yang ada di depan kita, dan menerima yang harusnya kita pasrahkan.

             Sampai kapan kita bersama? Sampai kamu terbatuk-batuk di ruang tamu, dan aku tergopoh-gopoh membawakan obat batuk untukmu? Sampai kapan kita bisa terus menyatu seperti ini? Sampai kamu tak mampu lagi mengintip matahari di luar jendela dan hanya bisa memelukku erat ketika bangun di pagi hari? Sampai kapan perasaan ini terus bertahan? Sampai kata "aku mencintaimu" terucap saat kaumengecup nisanku atau sebaliknya aku yang mengecup nisanmu?

            Tuhan kita saja berbeda, masa kita mau memimpi-mimpikan bahagia? Manusia keras kepala.
Bianca menatap jam tangannya berkali-kali. Detak dari jam yang melingkar manis dipergelangan tangannya sejak tadi terus menemani kesedirian...



Susu Kaleng

Muka kamu kok layu banget? Kamu belum sarapan?”


                “Belum, sih, maklum anak kosan. Sarapan dan makan siang digabung jadi satu.”
                Dian merogoh tasnya dan segera menggenggam susu kaleng, “Ini buat kamu. Diminum, ya, supaya muka kamu nggak layu kalau di kelas.”
                “Terima kasih, Dian.”
                “Tapi, maaf, ya, kalau rasa stroberi. Kamu lebih suka rasa coklat kan?”
                “Wah, kalau begitu mulai sekarang aku suka yang rasa stroberi saja.” ucap Reksa sambil menatap bola mata Dian.
                Tatapan mereka sering bertemu, walaupun terasa menggetarkan hati, tapi Dian dan Reksa mencoba melawan perasaan itu. Mereka sangat yakin bahwa segalanya hanya berdasarkan pertemanan. Mereka terus melawan dan memercayai anggapan bahwa tak pernah ada cinta di antara mereka. Memendam. Itulah hal yang selalu Dian dan Reksa lakukan selama ini. Pengetahuan mereka sebatas status berteman tanpa melanjutkan ke status yang lebih serius.
                “Ada puisi baru?”
                “Ada, tapi masih bingung ingin diberi judul apa.”
                “Puisinya tentang apa?”
                “Tentang kerinduan.”
                Dian mendekatkan posisi duduknya, “Kerinduan? Tema yang manis dan hangat, berapa menit kamu bikinnya? Lima belas menit?”
                “Lima belas menit hanya cukup untuk membuat mie instan, Dian.”
                “Segalanya selalu mungkin, Reksa. Kamu pernah bilang ke aku, hal yang tak mungkin hanya memakan kepala sendiri kan?”
                “Aku pernah bilang seperti itu?” kening Reksa mengkerut, otaknya kembali memutar memori masa lalu.
                Aku tak pernah melupakan setiap perkataanmu. Bisik Dian dalam hati. Bisikan yang tak pernah Reksa ketahui, suara hati yang sengaja disembunyikan rapat-rapat.
                “Coba kamu baca dulu puisiku, setelah itu kamu beri judul yang menarik.” Reksa memberikan secarik kertas untuk Dian, berisi puisi yang Reksa buat. Tangan Reksa erat menggenggam susu kaleng, ia meneguk susu kaleng pemberian Dian dengan perasaan yang masih ia sembunyikan. Cintakah?
                Wanita yang masih sibuk menyembunyikan perasaan harunya terus membaca puisi Reksa dalam hati, “Tumben, puisimu yang kali ini maknanya sangat mendalam.”
                “Jadi, sudah kaudapatkan judulnya?”
                “Rindu tak pernah cukup. Beri saja judul itu.”
                “Kenapa judulnya sedih begitu?”
                “Itu tidak sedih. Rindu sama seperti cinta— tak berkesudahan.”
                Reksa mengangguk setuju. Ia terus mengegenggam susu kaleng yang Dian berikan untuknya. Bola mata mereka kembali bertemu. Sangat lama.
                Dua orang yang hatinya mulai berdekatan ini tak tahu harus berbuat apa. Mereka cuma tahu; beberapa hal hanya perlu dijalani dan dirasakan, tanpa perlu diungkapkan.
***
                Hal itu sudah menjadi kebiasaan. Dian sengaja datang lebih pagi agar bertemu Reksa, begitu juga dengan Reksa yang sengaja melajukan sepeda motornya lebih cepat agar segera menemui Dian. Segalanya terjadi begitu saja, tak ada dorongan apapun selain kenyamanan dan keinginan untuk terus bersama.
                Dian sudah menunggu selama lima menit, kelas masih begitu sepi tanpa kehadiran Reksa. Jemari Dian menggenggam susu kaleng. Ketika terdengar suara pintu terbuka, Dian langsung menoleh. Reksa menghela napas lega ketika menatap Dian yang menunggu dengan wajah masam.
                “Maaf, tadi aku mengantar temanku sebentar.”
                Senyum Dian dipaksakan mengembang, “Untuk apa minta maaf, kita tak pernah berjanji kan?”
                “Aku tetap merasa tidak enak kalau membuat seseorang menunggu.”
                “Bukan seberapa lama aku menunggu, yang penting kaudatang dan aku bisa memberikan susu kaleng ini untukmu.”
    “Lain kali aku tidak akan datang telat.”
   “Jangan berjanji, aku takut kautak bisa menepati janjimu sendiri.” ungkap Dian dengan nada
menyedihkan. Ia seakan tahu yang akan terjadi selanjutnya. “Memangnya, kamu tadi mengantar siapa?”
                “Aku mengantar Sora.”
                Reksa berbohong. Ia sudah bangun sejak subuh, pagi ini ia ingin menyatakan perasaannya pada Dian. Reksa ingin menjadikan Dian seseorang yang memiliki posisi lebih dari teman di dalam hatinya. Sejak subuh tadi, ia memikirkan cara terbaik untuk mengungkapkan perasaan. Matanya yang berat dan kantung mata yang tebal adalah bukti bahwa ia hanya tidur sesaat.
                Mendengar kebohongan Reksa yang kebenarannya tak diketahui Dian, ia langsung terdiam. Ia cemburu.
                “Nampaknya, Sora begitu penting buatmu, ya?”
                Tak sempat Reksa menjelaskan segalanya, ponsel Dian berbunyi.
                “Halo.”
                “Halo, Dian. Kamu sudah di kampus, ya?”
                “Iya, ada apa, Jude?”
                “Aku tadi ingin mengantarmu ke kampus, tapi ternyata kamu sudah berangkay duluan. Bagaimana kalau seusai pulang kampus, aku menjemputmu?”
                Mendengar ajakan yang memuakan, tanpa basa-basi— Dian langsung memutuskan pembicaraan.
                “Kok, ditutup?” seloroh Reksa dengan tatapan menyelidik, “Siapa? Jude?”
                Anggukan kepala Dian terlihat melemah.
                “Kenapa tidak mau dijemput dan diantar oleh pria bermobil mewah itu, Dian?”
                “Aku datang lebih pagi agar bisa memberi susu kaleng ini untukmu, aku tahu kamu pasti tak sarapan. Aku tak ingin melihatmu lesu saat pelajaran.”
                “Hanya untuk memberikan susu kaleng ini untukku?”
                Sebenarnya lebih dari itu! Ungkap Dian dalam hati, tapi ia tak boleh mengatakan perasaann sesungguhnya, “Iya, hanya untuk mengantarkan susu kaleng ini, tak lebih.”
                Dian berbohong, ia mendustai hatinya sendiri.
                Gantian Reksa yang terdiam sangat lama. Puisi yang sudah ia kantongi di sakunya tak jadi ia berikan untuk Dian. Ia menatap Dian dengan tatapan seakan tak memercayai perkataan Dian.
                Wajah Reksa merah padam, kemarahan memuncak. Kenapa ia harus marah? Sungguh, Reksa bahkan tak mampu memahami perasaannya sendiri.
                Ia menyambar susu kaleng pemberian Dian dan meninggalkan Dian sendirian.
                Dian membuat hujan di pelupuk matanya sendiri.
***
                Sambil menggenggam susu kaleng, ia menunggu Reksa datang. Dian terus menunggu, bahkan sampai kelas ramai. Reksa baru hadir ketika kelas hampir dimulai. Kejadian itu terus berulang setiap hari. Dian ingin mengajak Reksa berbicara, tapi Reksa selalu menghindar. Melihat perubahan Reksa, Dian berusaha mencari kabar.
                Dia harus menghela napas panjang. Reksa telah menjadi kekasih Sora. Hal itu terjadi tanpa sepengetahuan Dian. Segalanya tertahan tanpa pernah diungkapkan. Hal-hal manis yang pernah terjadi seakan menguap bak asap rokok— hilang tak berbekas.
                Dian tak pernah ingin hal ini terjadi. Segalanya berakhir tanpa ucap kata pisah.
                Perlakuannya masih sama, ia masih sering menunggu Reksa dari pagi hingga kelas kuliah dimulai. Dian tak pernah lelah menunggu, tapi Reksa tak pernah lagi datang.
                Reksa tahu Dian menunggu, tapi Reksa tak ingin lagi tahu. Ia hanya tahu bahwa Dian tak memercayai Reksa mampu memiliki hati Dian.
                Mereka berubah; tak lagi sama.
                Ada sesuatu yang masih membuat Dian terharu, Reksa memang selalu datang beberapa menit sebelum perkuliahan dimulai. Dalam ketergesa-gesaan saat memasuki kelas, Reksa selalu menggenggam susu kaleng rasa stoberi di jemarinya. Dian memerhatikan itu, tapi ia tak bisa lagi bertindak lebih selain memerhatikan diam-diam.
                Kali ini, Reksa meneguk susu kaleng stroberi tanpa ditemani oleh pembicaraan manis bersama Dian. Seakan Reksa sudah bisa hidup tanpa Dian.
                Mereka masih diam, terus diam, sampai-sampai tak pernah tahu perasaan masing-masing.


Rabu, 20 Maret 2013

Pacaran Sama Anak Baru Part 1

Hmm sorry sebelumnya kalo pengalaman gue yang satu ini kurang masuk akal, tapi memang begini kenyataanya...

Oke gue mulai cerita
Nama gue Vino disini, temen temen gue biasa manggil gue Jajang. Waktu itu, gue baru bangun sekolah, Eh,ngapa bangun sekolah?!? Maksud gue baru bangun tidur,tepatnya jam 6 lewat 3 menit 34 detik. Disitu gue kelas 2 SMA di SMAN Solaria di Jakarta (nama sekolah disamarkan).Dan gue langsung siap siap berangkat sekolah, untungnya waktu itu ada pembantu gue yang bisa bantuin mandiin gue, entah kenapa waktu gue ambilin sabun ke pembantu gue, dia malah senyum senyum gitu, alias malu malu kampret. Setelah selesai siap siap, gue langsung meluncur ke sekolah gue. Untungnya, pas gue sampe sekolah, masih ada waktu sekitar 4 detik sebelum bel sekolah bunyi. Untung gue engga terlambat...

Dan, gue sampe juga dikelas gue yang menjijikan ini, banyak orang ganteng didalemnya, lo tau? Ini menjijikan!! Kenapa gue bilang menjijikan? karena kebanyakan dikelas gue itu orang orang homo. Kenapa gue bilang homo? karena dikelas gue ganteng ganteng semua, dan cume gue doang yang gak homo.

 Akhirnya, bel tanda masuk sekolah pun berbunyi (Teeengteeeng) murid murid langsung duduk diposisi masing masing, sedangkan gue duduk dibarisan belakang, sama satu temen sebangku gue namanya Nanut, Nanut biasa dipanggil temen temen gue dengan sama Steven, entahlah temen gue ini kenapa, mungkin retina mata mereka tidak sempurna.

Dan, dateng juga nih guru killer Pak Bobby namanya, konon, kalo pr atau tugas tugas dirumah gak dikerjain, kita disuruh ngecat esbatu sampe berwarna sama dia, Lo tauu?!? Es Batu mana bisa diwarnain begoo!!. Mungkin Pak Bobby juga salah satu alumni SLB yang ada didaerah grogol. Tapi, pak Bobby masuk ditemenin sama satu cewek cakep yang bikin jantung gue pusing, Awalnya, gue pikir cewek itu anak pak Bobby, tapi ternyata benaar, dia adalah anak Pak Bobby yang menjadi anak baru disekolah itu, dan dia akan menjadi temen sekelas gue nanti.

-Bersambung


Move On Dan Masa Lalu

Kita Harusnya Sudah Terbiasa Move On

Pagi ini gue mulai dengan makan potongan ayam yang gue sisakan semalam. Mungkin bagi orang, hal ini ngenes banget. Tapi di sisi lain, gue bersyukur bisa ngerasain keadaan kayak gini. Gue bisa tau gimana susahnya orang tua buat ngebiayain hidup.
Seandainya sekolah dan biaya hidup gue sekarang semuanya ditanggung orang tua, dan tiap gue mau apa-apa selalu dibeliin, mungkin gue gak akan sampai sini sekarang. Gue bakal males sekolah. Emang kembali lagi ke orangnya sih. Kalo gue mendingan susah-susah sekarang biar cepet ngerti, jadinya pas udah lulus nanti, gue gak kaget dengan keadaan kayak gini dan bisa belajar buat jadi lebih baik.
Gue beruntung masih kepikiran buat gak ngerepotin orang tua. Makanya, gue nikmatin hidup sebagai anak kost, sambil terus nyari kerja serabutan. Ternyata, asalkan kamu punya kemampuan dan kemauan, nyari kerja di Jakarta itu gak sulit. Yang paling penting, terus mencoba, dan jangan lupa, ikutin intuisi, #tsahh. Dan yang sedang gue rasakan sekarang adalah, mencoba move on dari kehidupan yang sering gue keluhkan, ke kehidupan yang gak ingin gue keluhkan, dengan berusaha dapetin itu.

Begitu indah ketika melihat seseorang berusaha, dan ia berhasil berkat intuisinya. -Jonathan Ivy
Menjadi dewasa itu emang rumit. Kalo waktu kecil kita tau bahwa jadi dewasa terlalu banyak yang dipertanggungjawabkan, terlalu banyak yang ditanggung di pundak, mungkin harapan kita waktu kecil bukanlah “aku pengin cepet gede”, tapi “aku pengin kecil terus”.
Belum lagi urusan hati, jadi dewasa berarti siap melakukan hal yang baik meski gak disukai dibandingkan melakukan hal yang disukai meski gak baik buat orang lain, dan diri sendiri tentunya.




Gue masih inget waktu kecil gue dihantui sama rasa sakit di lutut karena jatuh, bukan rasa sakit di hati karena ditinggal pergi. Waktu kecil tiap Minggu pagi gue lebih susah disuruh beranjak dari depan TV dibanding beranjak dari satu hati yang sudah gak menginginkan lagi. Waktu kecil gue lebih suka ngejailin dan bikin nangis anak perempuan yang gue suka dibanding harus ngegombal cuma buat liat dia senyum. Dan yang terpenting, setelah menangis, walau kita musuhan, tapi tetep gak tahan buat gak saling
bicaraejek.
Tapi ya memang begitulah hidup. Kita harus move on. Ya meski memang gak semudah kedengerannya, minimal kita berusaha dulu. Banyak hal yang harus kita move-on-in dalam hidup. Move on dari masa kecil adalah satu contoh yang bisa gue kasih. Masak udah segitu banyaknya move on yang pernah dijalanin, move on dari dia aja gak bisa? Masak LDR aja kuat tapi move on-nya nggak?
Ini mungkin saatnya kamu untuk move on. Seperti yang kamu lakukan pada saat move on-move on yang terdahulu. Salah satu move on favorit gue adalah ketika dari keinginan egois untuk memendam sayang sendiri, move on ke membagi rasa itu kepada orang yang disayang dengan cara mengungkapkannya.
Kenapa harus berani? Karena cepat atau lambat, kenyataan akan menampar kamu untuk jadi berani.

Guru terbaik buat move on itu bernama kenyataan. -Rendy Setiawan



Senin, 18 Maret 2013

Terlambat

"Rio .. turun nak" teriak bunda dari ruang tamu.

"ada apa sih bun ?" teriak rio dari dalam kamar.

"udah kamu buruan kesinii" jawab bunda.

Rio pun keluar kamar dengan malas-malasan, "kenapa sih bun ? Rio tuh ca..." kata-kata rio terputus ketika melihat seorang gadis cantik tengah duduk di sofa. Saat dia melihat rio, dia melemparkan senyum yang sudah lama tak ku lihat. Seketika itu rasa cape rio hilang. Rio tersenyum.

"Ify?" kata rio tak percaya saat melihat seorang yang sangat rio sayangi. Seorang yang telah ditunggu rio selama 3tahun.

Cinta pertama rio.

"hy yo" sapa gadis itu yang ternyata bernama Ify

"bunda tinggal dulu ya Ify" kata bunda lalu pergi meninggalkan rio & ify.

Rio berlari menuju arah ify lalu memeluknya.

"Ifffyyyy kapan lo pulang? gue kangeeen banget sm lo" 3tahun lalu Ify pergi ke singapura untuk berobat tapi rio juga tak tau apa penyakitnya.

"aduh..sakit yo" rintih ify kesakitan karena pelukan rio yang kencang,

"eh sorry fy, abisnya gue kangen banget sama lo" kata rio sambil tersenyum memandang wajah ify.

"haha biasa aja kali yo, gue tau kalo gue tuh ngangenin" kata ify sambil tertawa lepas.

"ih dasar .." kata rio sambil mengacak acak rambutnya

Skip aja yaa

+++++++++++ keesokan harinya

Rio mengajak ify pergi ke taman, tempat favorit mereka dulu.

"gue gak nyangka lo akan bawa gue kesini lagi" kata ify.

"emang kenapa ? lo gak suka gue bawa ke sini??" tanya rio penuh curiga.

"eh bukan gitu, gue seneng kok, seneng banget malah" kata ify sambil tersenyum manis.

'apa aku bisa terus sama kamu ? apa aku bisa terus liat senyum kamu itu fy?' batin rio.

Rio memegang tangan ify dan rio bisa melihat raut wajahnya yang berubah menjadi kaget, perlahan wajahnya mulai memerah. Rio tersenyum kecil.

"3tahun gue nunggu fy, dan gue pengen ngomong sesuatu sama lo sebelum semua terlambat" rio melihat raut keheranan di wajah ify, orang yang rio sayang.

"ngomong apaan ?" tanya ify penasaran. Rio tersenyum lembut pada ify dan tetap memegang erat tangan ify.

"apa lo tau perasaan gue selama ini ke lo?"

Ify menatapku tak mengerti. Rio pun melanjutkan perkataannya "gue sayang sama lo ify, sayaaaanggg banget..apa lo gatau ? apa sikap gue selama ini belom bisa nunjukin bahwa gue sayang sama lo ??" kata rio mengungkapkan perasaannya pada ify. Ify semakin tak mengerti

"lo nembak gue ?" tanya ify penuh rasa heran. Rio tersenyum untuk menjawab pertanyaannya yang berarti 'iya'

"hmm..gue pikir pikir dulu boleh ga ?" tanya ify.

"boleh, tapi jangan lama lama ya, ntar gue keburu pergi" kata rio.

"pergi ? lo mau kemanaa ? mau pindah ?" tanya ify dengan raut wajah sedih.

"bukan .. udah lo gak perlu tau. pokoknya gue tunggu jawaban dari lo" kata rio menjelaskan.

Suasana sepi beberapa saat, suara hp ify membuyarkan suasana sepi.

"halo ?" ify mengangkat telfonnya "yah, ntar dulu deh maa .... ih iyadeh aku pulang sekarang" ify menutup telfonnya.

Sambil mendesah kecil ify berkata "huh..anterin gue pulang yo" rio menatapnya heran.

"hoh kenapa ?? baru juga bentar" tanya rio pada ify.

"tapi gue disuruh pulang" kata ify dengan wajah cemberut

"oohh..iyadeh gue anter. tapi jangan lupa sama jawaban lo ya" kata rio mengingatkan ify.

"siap bos" kata ify sambil tertawa lepas.

'apa aku bisa ninggalin kamu fy ? apa aku bisa liat kamu sedih kalo aku ninggalin kamu nanti ??' batin rio.

Rio menggandeng tangan ify menuju motornya dan mengantar ify pulang.

Skip...

++++++++++ Beberapa hari kemudian

Rio gelisah, sudah seminggu tak ada kabar dari ify. Seminggu setelah hari dimana rio menyatakan cinta padanya. Apa dia lupa sama rio ? Atau dia kembali lagi ke singapura ? Lalu bagaimana dengan jawaban dari pertanyaan rio ?

Tiba tiba kepala rio terasa pusing, darah segar menetes dari hidungnya. 'Oh Tuhan mengapa penyakitku semakin parah sajaa..' batin rio.

Rio membuka lagi map merah pemberian dokter tadi siang. Kangker otak stadium akhir.Rio melap hidungnya dengan tangan, lalu mengambil motor dan segera melaju kerumah ify.

Setelah rio sampai, rio melihat ramai sekali rumahnya. Rio turun dan mulai melangkah menuju halaman rumah ify. 'kenapa semua menangis ? ada apa ini' pikir rio.

Saat aku memasuki rumah ify, betapa kagetnya rio melihat sosok seorang yang rio sayangi terbaring lemas tak bernyawa. Air mata rio pun mengalir membasahi pipinya.

"Iffyyyyyyy..."tangis rio pecah, rio tak bisa menahan air matanya lagi. Rio terpukul, rio tak bisa menerima kenyataan.

Dari dalam rio melihat acha, adik ify keluar menghampiri rio. Dia memberikan surat pada rio. Segera rio membuka surat itu, apa isi surat itu.

Dear rio,

Maafin gue ya, gue harus pergi ninggalin lo.Maaf selama ini gue ga cerita tentang penyakit gue ke lo, gue cuma ga pengen liat lo sedih.Maaf gue ga bisa habisin saat terakhir gue sama lo, gue yakin lo bisa tanpa gue.

Lo mau tau ga jawaban gue ? gue mau yo, gue juga sayang sama lo. Udah lama gue nunggu lo nyatain cinta ke gue. Tapi kenapa baru sekarang ?

Gue sayang sama lo yo, tetep senyum ya pangerankuu...

I love You Forever

byee ...

Tangis rio semakin kencang, rio berlari menuju jasad ify yang tergeletak lemas. Rio mengguncangkan tubuh ify, berharap ify bangun dan memelu rio "Ifyy,, bangun fyy, bangunnn"

Tak lama kemudian rio merasakan pusing yang teramat sangat, rio merasakan hidungnya dialiri oleh darah segar. Matanya perlahan tak dapat melihat apa apa dan kemudian gelap.

Rio melihat ify tersenyum padanya mengajak rio menuju suatu keabadian. Rio memegang tangannya, rio ikut dengan ify menuju surga.

Ify lah cinta pertama dan terakhir Rio. Cinta yg abadi....

Tapi sayang, mereka tidak bisa bersama didunia, Semuanya Terlambat...




 
--The End -- 


 Jika kamu yakin kalau kamu dan dia itu cocok dan bisa saling menyayangi, cepat ungkapkanlah kepada dia, sebelum semuanya terlambat :) -Rendy Setiawan
 



Minggu, 17 Maret 2013

Untuk Mereka yang Takut Kehilangan

Gue pernah ngomong, “Sesuatu yang harusnya keluar harus dikeluarkan. Kalau nggak, bisa bikin gelisah.”
Itu pula yang mendasari gue untuk membuat postingan kali ini. Ada yang pengen gue share ke kalian. Yang intinya adalah tentang… perasaan.

Gue mulai dengan pacaran.
Pacaran itu sesuatu yang indah, sesuatu yang seru, sesuatu yang… bisa ngisi hari-hari. Tapi ketika semuanya berjalan seiring waktu, ada perasaan baru -dan berbahaya- yang timbul, yaitu takut kehilangan.













Rasa takut kehilangan itu membebankan.
Semakin indah, semakin baik, semakin sempurna seseorang di mata kamu, maka semakin takut kehilangan kamu akan dia. Rasa takut kehilangan ini kadang memunculkan tindakan-tindakan irasional. Misalnya dalam pacaran, rasa takut kehilangan seringkali jadi dalang timbulnya cemburu buta. Gak pernah rela sedikit pun ngeliat dia kenal sama seseorang yang punya kelebihan dibanding kita.
Sebagai contoh kalau kamu pacaran sama seorang yang suka musik, tapi kamu gak jago main musik, terus pacarmu punya kenalan anak jago musik dan keren. Kamu bisa cemburu kalau tau dia deket sama orang tadi, meski hanya sebagai teman.
Rasa takut kehilangan. Ada “rasa” pada frase tadi. Sesuatu yang berasal dari perasaan seringkali melumpuhkan pikiran. Kamu gak akan bisa berpikir jernih kalau rasa takut kehilangan mengendalikan. Kamu akan melakukan apa pun, entah itu mengubah diri dan berusaha membuat diri menjadi sempurna, atau mengubah dia. Intinya biar dia gak pergi, bahkan gak jauh dari kamu. Hasilnya… dia bisa aja gak nyaman dengan perlakuan itu.
Ketika rasa takut kehilangan menyetirmu dengan segala tindakan gak logisnya, dia semakin gak nyaman, dan akhirnya benar-benar pergi.
Rasa takut kehilangan seringkali malah jadi kenyataan.
Banyak orang yang akhirnya berpisah sama orang-orang yang dia sayang cuma karena rasa takut kehilangan. Tapi ketika sendiri pun, rasa itu bisa datang lagi dan menghantui.
Takut kehilangan padahal memiliki saja belum. Hal ini sering banget terjadi pada mereka yang jatuh cinta diam-diam, mengagumi dalam bisu. Belum memiliki, bahkan kenal pun belum, tapi sudah berpikir terlalu jauh. Ujung-ujungnya… nyesek sendiri.
Bahkan pada tahap paling awal dua orang bertemu pun, rasa takut kehilangan bisa muncul. Misalnya pas sebelum kenalan, sering banget seseorang mikir, “Gimana nanti kalo dia gak mau? Terus kalo dia mau tapi gak bisa berlanjut dengan baik gimana? Gue harus mulai dari mana? Gue mesti gimana?”
Dari situ aja, bisa diliat kalau seseorang yang bahkan belum kenal pun bisa takut kehilangan.
Pada akhirnya gue menyadari bahwa rasa takut kehilangan bukan ada karena kita memiliki. Tapi tumbuh bersama-sama dengan harapan untuk memiliki.
Dan semua diawali dengan terlalu berharap.
Mereka yang baik dalam menjaga hatinya adalah mereka yang berhasil mengendalikan harapan-harapan dalam dirinya.


Jangan menakutkan masa depan yang belum terjadi,jalani saja semuanya dengan tenang. Tapi lakukanlah hal agar masa depan yang kamu takutkan itu tidak terjadi :)  -Rendy Setiawan





Terlalu Bodoh

                  Awalnya, gue ini seorang cowo yang biasa biasa aja, gue belum tau perasaan yang namanya cinta. Gue gangerti apa itu pacaran.Tapi entah kenapa, semua itu berubah setelah gue ketemu sama seorang cewe, yang kalo gue ketemu dia itu, beda kaya gue ketemu sama cewe cewe lainnya. setiap gue ketemu dia, ada perasaan yang belum pernah gue rasain sebelumnya. Mungkinkah perasaan ini yang namanya sayang? atau mungkinkah ini yang namanya cinta? gue juga engga tau. Tapi,semenjak pertemuan pertama gue sama dia,mulai saat itu juga gue jadi mikirin dia terus. Dan akhirnya,sudah kurang lebih 1 bulan gue deket sama dia, perasaan ini semakin menjadi jadi, entah apa nama perasaan ini, yang jelas, setiap gue deket dia itu nyaman banget, pengen selalu sama dia, dan disaat gue lagi jauh, cuma dia yang ada dipikiran gue. Akhirnya, setelah 1 bulan gue deket sama dia, gue mutusin buat ngungkapin perasaan gue ini kedia, semua perasaan yang gue rasain sama dia. Dan, akhirnya gue selesai juga ngungkapin semua perasaan yang gue rasain kedia. Yang gue seneng itu, ternyata perasaan yang gue rasain ini sama kaya perasaan yang dia rasain ke gue. Akhirnya,semenjak itu, gue mulai pacaran sama dia.
                  Dan, mulai saat itu juga gue ngisi hari hari gue itu selalu sama dia.Dan perasaan yang gue alamin ini ternyata juga makin menjadi jadi, perasaan sayang ini semakin banyak. Dan akhirnya gue sadar kalo ini yang namanya cinta. Gue sadar kalo gue ini udah jatuh cinta sama dia, sampai gue rela ngelakuin apapun untuk dia, gue rela ngelakuin hal yang membuat dia bahagia, apapun itu. Setelah kurang lebih 8 Bulan gue pacaran sama dia, gue ngerasain kejanggalan dalam hubungan gue sama dia. Dia mulai berubah perlahan lahan, ada perubahan sama dia yang ngebuat gue bingung. Dia mulai berubah mulai dari membalas BBM dengan singkat, dia mulai berkata bohong, dia mulai cuek, dan disetiap gue pengen ketemu sama dia, dia selalu menghindar dari gue, yang dulunya sering bercanda bareng, sekarang udah jarang.Entahlah,apa yang membuat dia begini,tapi yang gue pikirin, tetap berfikir positif, dan jangan nethink ini itu dulu sama dia.
                  Akhirnya, udah 11 Bulan lebih gue pacaran sama dia, dan dia masih tetap sama, masih tetap berbeda dari yang pertama gue kenal, Dia semakin berubah. Dan,bahkan akhir akhir ini gue ngeliat dia sering ngobrol sama 1 cowo yang gue engga kenal. Setiap hari, dia selalu sama cowo itu., dan dia terlihat akrab dengan cowo itu sama seperti pertama kali gue ketemu sama dia. Dia terlihat sangat akrab. Bukan sekali dua kali gue ngeliat itu, sudah sangat sering gue ngeliat itu semua. Tapi gue selalu berfikir positif, dan mempercayakan semuanya pada dia. Dan gue yakin kalo dia engga akan nyakitin gue.  Hari itu adalah H-2 gue annive yang ke 1 tahun sama dia. Dan di H-2 itu, gue mau ngasih sesuatu yang spesial buat ngerayain hari annive kita. Gue udah beliin barang barang yang dia suka, dan gue udah nyuruh temen temenya dia buat ngajak dia ketemu sama gue ditempat pertama kali gue nembak dia. Akhirnya, hari itupun tiba, malam itu, sekitar jam 7 malam gue udah dinner bareng sama dia, Dan, anehnya dia itu, dia sama sekali tidak bahagia dengan apa yang udah gue lakuin ini. Dia terlihat biasa biasa saja. Bahkan saat gue ngasih barang yang dia suka, hanya ucapan terima kasih yang terlontar dari bibirnya. tidak ada ekspresi sama sekali. Sampai ada beberapa percakapan gue sama dia waktu itu. Waktu itu,sekitar jam setengah 8

Gue: Aku mau ngomong sesuatudeh sama kamu
Dia: Mau ngomong apa?
Gue: Semakin lama, aku semakin ngerasain perubahan dari kamu
Dia: Perubahan apa?
Gue: Aku ngerasain kalo kamutuh... hmm to the point ajadeh, aku ngerasain kalo kamutuh udah engga sayang lagi sama aku.
Dia: Hmm, sebenernya aku mau jujur
Gue: Jujur soal apa?
Dia: Sebenernya aku udah punya pacar selain kamu tanpa kamu tahu
Gue: Maksudnya?
Dia: Sebenernya, sudah 3 bulan yang lalu aku pacaran sama cowo lain dibelakang kamu, aku ngerasa dia itu lebih baik dari kamu, aku ngerasa lebih nyaman waktu deket dia daripada kamu, jadi aku mutusin buat nyoba pacaran sama dia tanpa kamu tahu. Tapi semakin lama aku menjadi semakin sayang sama cowo itu dibanding sama kamu, maafin akuya. Makasih untuk semuanya yang udah kamu kasih keaku, makasihya udah mau nemenin aku selama 1 tahun ini, makasih untuk keperdulian kamu selama ini, aku masih sayang kok sama kamu, tapi aku lebih milih dia dibanding kamu, makasihyaa, Happy Anniversarry Yang Ke 1 Tahun Ya, tapi kita harus berpisah mulai dari ini, cukup satu tahun aja kita bersama. Selamat Tinggal...

                      Setelah percakapan itu selesai, dia langsung pergi ninggalin gue dan gue bingung. Gue bingung sama apa yang dia bilang kegue, tapi  yang gue tau, Dia udah ninggalin gue...

                      Dihari itu, di Hari Annive Kita Yang Ke 1 Tahun, pas waktunya jam 8 malam gue jadian sama dia, dan ditempat yang sama gue nembak dia, gue putus sama dia...
                      Ternyata dia lebih milih orang lain dibanding gue, dalam hati gue, bergumam "Buat kamu yang disana, yang pernah bareng sama aku, yang pernah nemenin aku, yang pernah sayang sama aku, jangan lakukan apa yang kamu lakuin ke aku sama orang lain ya, semoga kamu lebih bahagia sama orang itu dibanding aku, dan kamu benar, kalau dialah orang yang lebih baik dari aku :) memang,aku terlalu bodoh..."


-SELESAI-


Mungkin bagi sebagian banyak orang menyayangi seseorang itu harus setulus hati, dan kita harus percaya sama pasangan kita sendiri. Tapi ada satu hal yang harus kamu tahu. Bahwa, semua orang bisa berbohong...:) -Rendy Setiawan